Kamis, 05 Mei 2016

Thorium Bisa Menerangi Indonesia Selama 1.000 Tahun Kedepan

Menteri Perindustrian (Menperin) Saleh Husin mengatakan pentingnya pengembangan sumber energi baru untuk memenuhi pasokan energi bagi industri dalam negeri. Salah satunya adalah pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) berbasis thorium.

Menurut Saleh, tenaga nuklir memiliki potensi menjadi salah satu penyuplai energi listrik di Indonesia, apalagi sumber bahan baku thorium di Indonesia sangat berlimpah, terutama di Bangka Belitung, Kepulauan Riau.


Thorium Bisa Menerangi Indonesia 1.000 Tahun Kedepan

“Sumber bahan baku thorium melimpah di Bangka Belitung. Ini sangat diperlukan, mengingat ke depan kebutuhan energi untuk industri sangat besar dan tentu dengan harga yang kompetitif,” ujarnya di Jakarta, Kamis (5/5/2016).

Kalkulasi yang ada, bahan baku thorium di Bangka Belitung diperkirakan mencapai 170 ribu ton. Dengan perhitungan 1 ton thorium mampu memproduksi 1.000 megawatt (MW) per tahun, maka jumlah bahan baku tersebut bisa mengoperasikan 170 unit pembangkit listrik selama 1.000 tahun.


Dari sisi total biaya produksi, PLTN thorium juga lebih murah karena biayanya hanya USD3 sen per kWh. Sedangkan menggunakan batu bara harganya USD5,6 sen per kWh, gas USD4,8 sen per kWh, tenaga bayu USD18,4 sen per kWh, dan tenaga surya USD23,5 sen per kWh.

Sementara itu, anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Tumiran mendukung usulan tersebut. Menurut dia, penyediaan energi untuk industri sangat mutlak bagi kelangsungan perekonomian, lapangan kerja, dan kemandirian ekonomi.

“Teknologi penyediaan energi terus berkembang dan kita dapat memanfaatkannya sesuai peta potensi energi nasional, termasuk teknologi reaktor yang generasi kini sudah jauh berbeda dengan generasi sebelumnya. PLTN thorium dapat menyediakan kebutuhan energi yang semakin meninggi," kata dia.

Pria yang juga Dekan Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada ini menambahkan, pemanfaatan thorium termasuk diversifikasi energi. Sejalan dengan aktivitas industri yang banyak menyerap investasi dan sumber daya mineral. (Sindo)

Rabu, 04 Mei 2016

Pesawat Tenaga Surya "Solar Impulse 2" sukses terbang 16 jam nonstop

Pesawat bertenaga surya Solar Impulse 2, yang sedang dalam perjalanan bersejarah mengelilingi dunia, menyelesaikan putaran kesepuluh penerbangannya, mendarat di Arizona setelah terbang hampir 16 jam dari California pada Selasa (3/5).

Pesawat Tenaga Surya Solar Impulse 2 sukses terbang 16 jam nonstop.jpg

Pesawat eksperimental kurus berkursi tunggal itu tiba Phoenix pukul 20.55 waktu setempat setelah menempuh jarak 1.113 kilometer selama total 15 jam dan 55 menit dari San Francisco melewati Gurun Mojave menurut laman proyek Solar Impulse.

Dengan pesawat biasa jarak itu bisa ditempuh dalam dua jam, tapi Solar Impulse 2 yang hanya mengandalkan energi dari surya membutuhkan waktu jauh lebih lama karena menerbanginya dengan kecepatan seperti mobil, membuat pilotnya sampai harus latihan meditasi dan hipnosis agar bisa tetap terjaga dalam waktu lama.


Salah satu pendiri proyek, Andre Borschberg, mengendarai pesawat itu di kokpitnya yang sangat kecil.

"Saya berhasil mencapai Phoenix, penerbangan yang menakjubkan melewati Gurun Mojave," kata Borschberg di Twitter.

Seperti dilansir kantor berita Reuters, dia dan rekan pilotnya Bertrand Piccard bergantian mengemudikan pesawat itu pada setiap segmen perjalanan yang diharapkan bisa menjadi penerbangan keliling dunia pesawat bertenaga surya pertama.

Sebelumnya Borschberg memiloti pesawat itu dalam penerbangan dari Jepang ke Hawaii melalui Pasifik bulan Juli tahun lalu, berada di udara selama hampir 118 jam.

Penerbangan itu memecahkan rekor terbang solo nonstop selama 76 jam yang dicetak tahun 2006 oleh petualang Amerika Steve Fossett dengan Virgin Atlantic Global Flyer serta mencetak rekor baru lama dan jarak terbang pesawat bertenaga surya.

Tim Swiss yang menerbangkan pesawat itu untuk menggalang dukungan bagi teknologi energi bersih berharap bisa mengakhiri perjalanan keliling dunianya di Abu Dhabi, tempat perjalanan dimulai pada Maret 2015. (Antara)