Kamis, 29 Oktober 2015

Yamaha Siapkan Robot Penerus Rossi di MotoGP

Persaingan dua pembalap Yamaha, Valentino Rossi dan Jorge Lorenzo, bakal mencapai puncaknya pada MotoGP Valencia, Spanyol, 8 November 2015. Lorenzo yang defisit 7 poin kini lebih diunggulkan karena Rossi harus start dari barisan belakang akibat perbuatannya kepada Marc Marquez Minggu lalu.

Yamaha Siapkan Robot Penerus Rossi di MotoGP
Yamaha MotoBot Concept digadang-gadang bakal meramaikan balapan MotoGP

Beradu cepat dengan sesama pembalap tentu bukan hal yang baru bagi The Doctor. Namun bagaimana bila lawannya di lintasan MotoGP adalah sebuah robot?

Saat ini pemenangnya memang belum bisa ditentukan. Akan tetapi, Yamaha sebagai salah satu produsen sepeda motor telah menyiapkan calon lawan sekaligus penerus The Doctor yang terbuat dari mesin. Robot balap itu mulai diperkenalkan di acara Tokyo Motor Show 2015, 29 Oktober-8 November 2015.


Robot itu diberi nama Yamaha MotoBot Concept. Seperti dilansir gizmag.com, robot balap tersebut memadukan motor sport dengan menempatkan robot sebagai ridernya. Dalam siaran pers singkat, Yamaha juga menyebut pihaknya masih terus berupaya menyempurnakan produk terbaru tersebut.

"Tugas untuk mengontrol gerakan kompleks dari sepeda motor dalam kecepatan tinggi membutuhkan beragam kontrol yang berjalan dengan akurasi yang sanga tinggi," tulis Yamaha. "Jadi kami tidak mengharapkan hasil yang mengejutkan dalam waktu dekat ini," demikian Yamaha dalam rilisnya.

Gizmag sendiri menganggap bahwa proses ini bukan terobosan untuk sekedar membuat kendaraan pengantar makanan. Melihat paparan dari tiga digit kecepatan, menurut Gizmag, sepertinya Yamaha berpikir untuk membawa MotoBot ke dalam MotoGP.

Dalam video promo yang kini bertebaran di jagad maya, motor balap bikinan Yamaha tampak diuji coba di sebuah lahan kosong. Dalam narasinya disebutkan juga bahwa robot balap tersebut diciptakan untuk mengungguli The Doctor. Lihat video lengkapnya di bawah ini. (Liputan6)

Rabu, 28 Oktober 2015

Projek Balon Google Akan Koneksikan Jutaan Rakyat Indonesia

Tiga operator seluler Indonesia sepakat menjalin kerja sama dengan Google untuk menguji Project Loon. Akses internet melalui balon pintar itu dapat menghubungkan 100 juta penduduk Indonesia.

Projek Balon Google Akan Koneksikan Jutaan Rakyat Indonesia

Pengumuman kerja sama itu dilakukan dalam kunjungan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara ke Silicon Valley, Amerika Serikat. Tampak tiga bos operator itu juga hadir, seperti Ririek Adriansyah (Telkomsel), Dian Siswarini (XL), dan Alexander Rusli (Indosat).

"Tidak lama lagi, kami berharap jutaan masyarakat Indonesia akan dapat menggunakan internet secara utuh, sehingga dapat membawa budaya dan bisnis mereka secara online dan mengeksplorasi dunia, tanpa meninggalkan kediamannya," kata Vice President Project Loon, Mike Cassidy, melalui keterangannya pada Kamis, 29 Oktober 2015.


Pengujian Project Loon itu akan dilaksanakan pada tahun 2016. Diharapkan dengan memanfaatkan inovasi dari Google itu dapat memberikan akses internet di bidang pendidikan, budaya, dan ekonomi.

Project Loon berfungsi sebagai menara telepon seluler terbang, mengangkasa dengan angin stratosferik di ketinggian dua kali lipat daripada pesawat komersial.

Masing-masing balon itu akan memancarkan koneksi di atas 20 kilometer permukaan Bumi. Jika salah satu balon pintar itu keluar jalur, balon yang baru akan menggantikannya.

Proyek yang dikembangkan Google itu diklaim dapat membantu perusahaan telekomunikasi dalam melebarkan jaringannya, jauh tinggi di angkasa, dengan mengatasi tantangan dalam hal penyebaran peralatan konektivitas ke berbagai daerah paling ujung.

Telkomsel, XL, dan Indosat memandang Project Loon menjadi jawaban atas persoalan kondisi Indonesia yang terdiri lebih dari 17 ribu pulau dengan wilayah terdiri dari hutan dan pegunungan.

Cassidy menuturkan, dalam beberapa tahun mendatang, Google berharap Project Loon dapat bermitra dengan penyedia lokal untuk membangun koneksi internet berkecepatan tinggi berbasis Long Term Evolution, agar dapat menghubungkan lebih 100 juta penduduk yang belum terhubung internet.

"Dari Sabang sampai merauke, banyak dari masyarakat ini tinggal di wilayah tanpa infrastruktur internet yang sudah ada saat ini. Jadi, kami berharap internet bertenaga balon ini dapat suatu saat nanti membantu mereka, agar memiliki akses informasi dan kesempatan yang ada di internet," kata Cassidy. (VivaNews)

Minggu, 18 Oktober 2015

Mobil Tenaga Surya Karya ITS Surabaya Berlaga di Darwin-Adelaide

Widya Wahana V buatan ITS Surabaya berlaga dalam ajang lomba balap mobil tenaga surya yang menempuh jarak sejauh 3.000 kilometer dari Darwin ke Adelaide, menyusuri Benua Australia dari utara ke selatan.

Tim Indonesia dengan mobil Widya Wahana V buatan ITS Surabaya. (ABC/Steven Schubert)

Dengan nomor urut 31, tim Widya Wahana V ini merupakan satu dari 46 mobil asal 25 negara yang turut berlaga dalam World Solar Challenge tahun 2015, yang dimulai Minggu (18/10/2015).

Lomba yang mengambil start di Parlemen Negara Bagian Northern Territory (NT) ini merupakan ajang paling bergengsi di dunia bagi balap mobil tenaga surya. Lomba akan berakhir di garis finish di Kota Adelaide.


Tim mobil bernama Stella Lux asal Eidenhoven Belanda, mengambil start di urutan pertama, disaksikan ribuan pengunjung. Mobil itu kemudian melaju melintasi kota Darwin ke arah Jalan Stuart Highway.

Ajang lomba ini sudah berlangsung sejak tahun 1987 lalu, dan kini digelar setiap dua tahun sekali. Para pengembang prototipe mobil tenaga surya di seluruh dunia biasanya turut ambil bagian dan ajang ini, untuk menunjukkan keandalan karya mereka.

Berbagai tantangan harus dihadapi oleh setiap tim. Mobil Persian Gazelle III asal Iran misalnya, yang mendapatkan yel-yel dukungan paling meriah saat meninggalkan garis start, terpaksa berhenti hanya beberapa kilometer setelah jalan.

Pasalnya, mobil buatan Universitas Teheran itu mengalami ban kempes sehingga harus berhenti dan memompa ban tersebut.


Mobil asal Iran harus memompa ban setelah jalan beberapa km dari garis start.jpg
Mobil asal Iran harus memompa ban setelah jalan beberapa km dari garis start.
(ABC/Steven Schubert)

Hal serupa juga dialami mobil K.I.T Golden Eagle 5.1 buatan Jepang, yang terpaksa berhenti tak lama setelah start.

Meskipun kebanyakan peserta berasal dari tim yang berbasis di universitas, namun ada pula tim yang menampilkan mobil buatan siswa SMA, seperti mobil Liberty Solar Car dari Texas, AS.

"Kami berhasil memacu mobil kami pada kecepatan 51 km perjam sebelumnya. Dan kami berharap bisa memacunya lebih cepat sedikit pada hari ini," kata Cameron Mutis dari tim Liberty, kepada ABC, Minggu (18/10/2015).


Mobil Sunswift buatan University of NSW, Australia, turut ambil bagian dari lomba tahun ini
Mobil Sunswift buatan University of NSW, Australia, turut ambil bagian dari lomba tahun ini. (ABC/Steven Schubert)

Bianca Koppen dari Tim Nuon, Belanda, yang merupakan juara bertahan, menjelaskan timnya tidak begitu perduli meskipun tidak mengambil posisi paling depan saat start.

Tim ini menurunkan mobil Nuna8 yang merupakan ciptaan 15 mahasiswa dalam ajang tahun ini.


Mobil Tenaga Surya Karya ITS Surabaya Berlaga di Darwin-Adelaide
Inilah 46 mobil tenaga surya asal 25 negara yang berlaga dalam lomba balap dari Darwin ke Adelaide menempuh jarak 3.000 km. (ABC/Steven Schubert)

"Dua tahun lalu kami start pada urutan ke-20 dan kami berhasil menjadi juara. Jadi posisi start tidak berpengaruh saya kira," katanya.

Ia menjelaskan, timnya kali ini mempersiapkan kendaraan mereka selama 14 bulan. (Detik)

Sabtu, 10 Oktober 2015

Liteye Systems Ciptakan Senjata Pembunuh Drone

Perkembangan pesat teknologi drone yang di persenjatai telah menjadi ancaman baru dalam dunia pertahanan. Tapi kini sudah ada berbagai senjata penangkal, yang bisa melumpuhkan drone dari jauh. Salah satu senjata itu adalah Anti-UAV Defence System (AUDS), yang dapat memancarkan gelombang radio untuk ‘mematikan’ drone di angkasa.

Anti-UAV Defence System. (Dok. Blighter Surveillance System)

AUDS ini dipamerkan di Las Vegas, baru-baru ini. Ia memakai gelombang radio bertenaga tinggi untuk memutuskan komunikasi antara drone dan pangkalannya, lalu mematikan drone itu di udara.

“Bila saya bisa melihatnya (drone), saya bisa mematikannya,” tutur Rick Sondaq, Wakil Presiden Eksekutif Liteye Systems, kepada Guardian. Liteye yang menjual penangkal itu di Amerika Serikat dan Kanada. Penangkal ini dipamerkan di Commercial Unmanned Aerial Vehicle Expo di Las Vegas pekan ini.


AUDS sendiri dibuat oleh tiga pabrik asal Inggris: Enterprise, Chess Systems, dan Blighter. Sondaq berharap bisa menjual perangkat itu kepada pihak bandar udara dan obyek-obyek vital lain yang kalau diserang, bisa membahayakan keamanan nasional.

Alat ini juga bisa dipakai di daerah pedalaman untuk menangkal drone yang dipakai untuk kegiatan teroris, mata-mata, atau aktivitas lain yang tak diinginkan.

Cara kerja AUDS

Pada tahap pertama radar Blighter di perangkat itu fokus pada satu atau beberapa drone yang tampak pada jarak sampai 8 kilometer. Sistem AUDS kemudian melacak drone itu memakai sinar infra merah dan kamera, termasuk dengan bantuan software khusus. Lalu, jalur komando antara pangkalan dan drone diserang memakai pengacak frekuensi radio. Prosesnya memakan waktu 10-15 detik.

Pesaing AUDS

Tak cuma ketiga perusahaan Inggris pembuat AUDS yang punya ide seperti itu. Perusahaan pembuat pesawat Boeing juga punya jagoannya sendiri. Mereka menamakannya Compact Laser Weapon System (LWS). Perangkat ini bisa dipisahkan jadi empat bagian kecil supaya bisa dibawa dengan mudah oleh satu atau dua tentara.

Lalu, dalam 15 menit LWS bisa dirakit kembali. LWS mampu menjatuhkan drone pada jarak 35 kilometer dengan laser yang mengandung energi sampai 10 kilowatt. Penangkal ini diklaim senyap, tak kelihatan, dan presisi. (CNN)